Bagian pertama dari artikel ini dapat diakses melalui link berikut.
Pada artikel bagian pertama, kita telah membahas mengenai apa yang dapat dilakukan agar lebih banyak orang memberikan umpan balik kepada kita. Pada bagian kedua, kita akan membahas mengenai apa yang harus dilakukan ketika dan setelah menerima umpan balik sehingga orang lain tidak menjadi enggan di kemudian hari untuk memberikan umpan balik lagi kepada kita. Selain itu, kita juga akan berdiskusi mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan sehingga umpan balik tersebut memberikan manfaat positif untuk pengembangan diri kita atau karya kita.
Bagaimana Cara Untuk Menerima Umpan Balik?
Pertama-tama harus disadari bahwa “menerima umpan balik” adalah sesuatu yang tampak mudah ketika dibahas, tetapi tidak mudah untuk dilakukan apalagi dalam setiap kesempatan. Bahkan, sebagian dari kita ketika membaca kalimat sebelumnya ini bisa muncul sedikit perasaan yang mengatakan “apa benar bahwa saya tidak bisa menerima umpan balik?”. Kalau ini benar, jangan khawatir karena hal ini merupakan hal yang sangat wajar dan dialami oleh semua orang. Langkah pertama untuk menyelesaikan suatu masalah adalah menyadari bahwa masalah tersebut ada. Jadi sekarang mari kita lanjut dengan membahas penyebabnya.
Kawan-kawan yang memiliki latar belakang psikologi tentu sudah sering mendengar konsep psikoanalisis dan teori id, ego dan super-ego oleh Sigmund Freud. Konsep ini menyatakan bahwa di dalam jiwa seseorang terdapat 3 komponen pikiran yang saling berinteraksi. Penjelasan singkat mengenai ketiga komponen pikiran ini adalah sebagai berikut:
Id - Pikiran manusia yang memiliki motivasi untuk menyokong kebutuhan dasar tubuh dan jiwa kita, termasuk insting untuk melestarikan diri (self-preservation) dan mencapai kepuasan. Pikiran ini bersifat impulsif dan seringkali diasosiasikan dengan istilah “naluri”.
Super-ego - Pikiran manusia yang berupaya untuk mencapai kesempurnaan berdasarkan standar moral yang dibentuk oleh orang tua, pendidikan dan lingkungan kita sedari kecil. Mungkin kalau pakai istilah jaman now, pikiran ini adalah yang selalu berupaya untuk mencapai moral high-ground dari kawan, lawan bicara atau lingkungan kita.
Ego - Pikiran yang berusaha (keras) untuk menjaga keseimbangan antara kedua pikiran sebelumnya dengan realita. Pikiran ini seringkali diasosiasikan sebagai pikiran “rasional”. Salah satu “alat” yang dipakai oleh ego untuk mencapai keseimbangan adalah defense mechanism atau perilaku defensif. Nah, setelah membaca kalimat barusan mungkin kawan-kawan sudah bisa mulai menarik hubungan antara teori ini dengan menerima umpan balik 😊.
Berkaca dari teori di atas, ketika kita mendapatkan umpan balik dari orang lain maka ada kemungkinan pikiran id, super-ego atau keduanya akan berkecamuk. Pikiran id dapat merasa umpan balik tersebut sebagai ancaman. Apalagi kalau umpan baliknya ditujukan atau seakan-akan ditujukan kepada diri kita sebagai pribadi dan bukan karya kita. Sementara super-ego bisa jadi berpikir “memangnya kamu siapa, berani ngasih saya umpan balik?”. Padahal umpan balik tersebut bisa jadi merupakan umpan balik yang dapat menjadikan diri (atau karya) kita menjadi lebih baik.
Untuk menjaga keseimbangan dan memuaskan id serta super-ego maka pikiran ego akan menjalankan fungsinya dengan berperilaku defensif. Perilaku defensif ini sulit untuk dikendalikan karena berasal dari alam bawah sadar dan dapat bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk perilaku. Sebagai contoh, kita dapat berperilaku denial, yaitu menganggap umpan balik yang diberikan tidak benar atau kita juga dapat berperilaku menyalahkan orang lain atas umpan balik yang sebenarnya diarahkan kepada kita. Terlepas dari perilaku defensif yang kita ambil, hal terpenting yang saya ingin angkat pada bagian ini adalah: perilaku defensif dapat membuat orang lain menjadi enggan untuk memberikan umpan balik kepada kita.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Saya akan berbagi strategi yang saat ini saya lakukan untuk menerima umpan balik. Apabila ada umpan balik yang datang, maka saya akan membiarkan perilaku defensif saya untuk bekerja, namun akan saya arahkan hanya ke salah satu perilaku defensif yang dinamakan “rasionalisasi”. Kemudian dalam melakukan proses rasionalisasi, saya gunakan 3 prinsip sebagai berikut:
Orang lain memberikan umpan balik karena masih peduli dengan kita
Apabila saya berperilaku kurang menyenangkan, orang lain akan enggan untuk memberikan umpan balik di kemudian hari
Apabila saya tidak menerima umpan balik, perkembangan diri atau karya saya akan terhambat
Meski masih banyak yang bisa ditingkatkan, tapi strategi di atas telah membantu saya untuk menerima umpan balik dengan lebih baik. Sehingga saya bisa mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada pemberi umpan balik. Harapannya agar orang-orang di sekitar saya tidak “kapok” untuk memberikan umpan balik kepada saya.
Satu hal lagi yang perlu diingat, karena perilaku defensif datang dari alam bawah sadar, maka perilaku defensif dapat bermanifestasi lebih cepat sebelum pikiran kita dapat melakukan rasionalisasi. Oleh karena itu, strategi apapun yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku defensif perlu dilatih dengan cara diulang secara konsisten untuk mengurangi waktu reaksi.
Kawan-kawan memiliki tips atau strategi lain untuk mengendalikan perilaku defensif? Kita bisa bahas di Discord InsinyurOnline, ya.
Aksi yang Harus Dilakukan Setelah Menerima Umpan Balik
Sekarang saatnya kita masuk dalam pembahasan happy problem, yaitu apa yang harus dilakukan setelah umpan balik kita terima dengan baik dan dikumpulkan. Kenapa menurut saya ini happy problem? Karena semua umpan balik yang kita terima berpeluang untuk memberikan kita ruang untuk berkembang.
Secara garis besar, ada 3 hal yang perlu kita lakukan:
Memilah dan melakukan prioritisasi
Menurunkan umpan balik menjadi butir tindakan
Melaporkan hasilnya kepada pemberi umpan balik
Kita mulai dari poin (1) terlebih dahulu. Sebelum mengambil tindakan lebih lanjut terhadap umpan balik yang masuk, kita harus menganalisa untuk memastikan umpan balik tersebut relevan dan dapat ditindaklanjuti. Namun perlu diingat bahwa proses ini harus dilakukan dengan sudut pandang objektif. Kemudian apapun hasil analisa kita, jangan sampai mengurangi rasa terima kasih kita kepada pemberi umpan balik, sebagaimana yang sudah kita bahas pada bagian sebelumnya.
Setelah menganalisa relevansi, maka langkah berikutnya adalah melakukan prioritisasi. Alangkah baiknya jika kita menggunakan aplikasi manajemen todo atau task untuk hal ini, sehingga semua umpan balik yang masuk dapat disimpan dan dibubuhkan tambahan informasi. Ada 2 dimensi yang dapat digunakan untuk melakukan prioritisasi, pertama seberapa besar dampak negatif atau positif apabila kita menindaklanjuti atau mengabaikan umpan balik tersebut (dampak). Dan yang kedua berapa banyak pihak yang dapat terdampak (frekuensi) apabila kita menindaklanjuti atau mengabaikan umpan balik tersebut.
Semakin tinggi dampak dan frekuensi, maka semakin tinggi juga prioritas umpan balik tersebut. Ya, kurang lebih metodologi yang kita gunakan ini mirip dengan risk assessment matrix dengan dimensi impact dan likelihood.
Selanjutnya setelah kita menemukan beberapa umpan balik dengan prioritas tertinggi maka saatnya kita menurunkan umpan balik tersebut menjadi butir tindakan sesuai dengan poin (2). Kegiatan ini sebenarnya cukup spesifik sesuai dengan umpan balik yang diterima sehingga sulit untuk dibahas kemungkinannya satu per satu. Tapi satu saja pesan saya untuk topik ini: jangan lupa memastikan butir tindakan memiliki timeline dan milestone sehingga tidak hanya menumpuk tanpa ada aksi lanjutan apa-apa.
Terakhir, poin (3) merupakan hal yang sangat ingin saya garis bawahi, karena seringkali terlewat. Padahal poin ini bisa menjadi kunci untuk memastikan orang semakin senang untuk memberikan umpan balik kepada kita. Jadi hal yang tidak kalah pentingnya setelah kita menerima, memilah, membuat butir tindakan dan menjalankan butir tindakan tersebut adalah melaporkan hasilnya dan memberikan umpan balik kembali kepada si pemberi umpan balik.
Kegiatan ini bisa jadi kunci untuk membangun relasi yang baik dengan pemberi umpan balik, siapa tahu beliau kemudian menjadi mentor yang selama ini kita cari. Oh iya, melaporkan hasil dalam hal ini termasuk juga melaporkan apabila kita tidak jadi menjalankan umpan balik yang diterima atau jika setelah dijalankan ternyata hasilnya malah kurang baik. Tentunya hal ini perlu kita sampaikan dengan cara yang baik. Apabila kawan-kawan butuh bantuan mengenai bagaimana cara menyampaikan umpan balik dengan baik, maka kawan-kawan dapat menunggu artikel berikutnya dari saya mengenai “Seni Memberi Umpan Balik”.
Akhirnya sampai juga di penghujung topik ini. Jangan lupa subscribe untuk mendapatkan notifikasi apabila ada artikel baru yang kami publikasikan. Kami juga akan melakukan livestream pembahasan di Youtube InsinyurOnline dan berdiskusi di Discord InsinyurOnline.